Pengertian Standar Operasional Prosedur
Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas tentang standar operasional
prosedur Satpol PP. Apa yang dimaksud dengan standar operasional prosedur
Satpol PP? Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
54 Tahun 2011 tentang Standar operasional prosedur Satuan Polisi Pamong Praja,
disebutkan dalam Pasal 1 angka 4, yaitu sebagai berikut:
Standar Operasional Prosedur Satpol PP adalah prosedur bagi aparat polisi
pamong praja, dalam rangka meningkatkan kesadaran dalam melaksanakan tugas
menegakkan peraturan daerah, dalam rangka meningkatkan kesadaran dan
ketaatan masyarakat, aparat serta badan hukum terhadap peraturan daerah,
peraturan kepala daerah, dan keputusan kepala daerah serta penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
Berdasarkan pengertian tersebut,
pada intinya Standar Operasional Prosedur Satpol PP ini adalah petunjuk
pelaksanaan bagi aparat polisi pamong praja dalam melaksanakan tugasnya.
Terdapat beberapa Standar Operasional Prosedur (selanjutnya disebut SOP) yang diuraikan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 54 Tahun 2011 (selanjutnya disebut Permendagri Nomor 54 Tahun 2011), salah satunya yaitu mengenai SOP Penegakan Peraturan Daerah.
SOP Penegakan Peraturan Daerah
SOP Penegakan Peraturan Daerah adalah petunjuk pelaksanaan bagi Polisi Pamong Praja dalam melaksanakan penegakan peraturan daerah. Dalam melaksanakan SOP tersebut, Polisi Pamong Praja harus menaati ketentuan-ketentuan umum yang berlaku, yaitu:
1). pelaksanaan kegiatan harus mempunyai landasan hukum;
2). tidak melanggar hak asasi manusia (HAM);
3). dilaksanakan sesuai prosedur;
4). tidak menimbulkan korban/kerugian pada pihak manapun.
Terdapat beberapa SOP yang berkaitan dengan penegakan peraturan daerah, diantaranya yaitu SOP Penegakan Peraturan Daerah dengan cara preventif non yustisial dan SOP Penegakan Peraturan Daerah dengan cara penindakan yustisial.
1. Preventif Non Yustisial
Preventif non yustisial adalah upaya penegakan peraturan daerah yang
dilakukan oleh Polisi Pamong Praja terhadap para pelanggar peraturan daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan proses tidak
sampai pada peradilan.
Penegakan peraturan daerah dengan cara preventif non yustisial dilakukan
melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1). Pelanggar peraturan daerah menandatangani surat pernyataan bersedia dan
sanggup menaati, mematuhi serta melaksanakan ketentuan dalam waktu 15 hari
sejak penandatanganan surat pernyataan;
2). Jika pelanggar peraturan daerah melaksanakan ketentuan sebagaimana
tercantum dalam surat pernyataan, maka permasalahan selesai
3). Namun, jika pelanggar peraturan daerah dalam waktu 15 hari tidak
melaksanakan ketentuan sebagaimana tercantum dalam surat pernyataan, maka
diberikan surat teguran pertama;
4). Jika pelanggar peraturan daerah melaksanakan ketentuan sebagaimana
tercantum dalam surat teguran pertama, maka permasalahan selesai.
5). Namun, jika pelanggar peraturan daerah dalam waktu 7 hari tidak
melaksanakan ketentuan sebagaimana tercantum dalam surat teguran pertama,
maka diberikan surat teguran kedua;
6). Jika pelanggar peraturan daerah melaksanakan ketentuan sebagaimana
tercantum dalam surat teguran kedua, maka permasalahan selesai.
7). Namun, jika pelanggar peraturan daerah dalam waktu 3 hari tidak
melaksanakan ketentuan sebagaimana tercantum dalam surat teguran kedua, maka
diberikan surat teguran ketiga;
8). Jika pelanggar peraturan daerah melaksanakan ketentuan sebagaimana
tercantum dalam surat teguran ketiga, maka permasalahan selesai.
9). Namun, jika pelanggar peraturan daerah dalam waktu 3 hari tidak
melaksanakan ketentuan sebagaimana tercantum dalam surat teguran ketiga,
maka dilaporkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk dilakukan
proses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Secara lebih jelas, perhatikan diagram alir berikut ini!
2. Penindakan Yustisial
Penindakan yustisial adalah upaya penegakan peraturan daerah yang
dilakukan oleh Polisi Pamong Praja terhadap para pelanggar peraturan
daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan proses
sampai pada peradilan.
Penindakan yustisial dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut.
1). Penyelidikan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP), pada Pasal 1 angka 5 dijelaskan bahwa
penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan.
2). Penyidikan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana, pada Pasal 1 angka 2 dijelaskan bahwa penyidikan
adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Penyidikan pelanggaran peraturan daerah, dilaksanakan oleh PPNS setelah
diketahui bahwa suatu peristiwa yang terjadi merupakan pelanggaran
peraturan daerah yang termasuk dalam lingkup tugas dan wewenang sesuai
dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya dalam wilayah kerjanya.
3). Pemeriksaan
Pemeriksaan tersangka dan saksi dilakukan oleh PPNS yang bersangkutan,
dalam pengertian tidak boleh dilimpahkan kepada petugas yang bukan
penyidik.
Adapun setelah diadakan pemeriksaan kepada tersangka oleh PPNS, kemudian
tersangka mengakui telah melakukan pelanggaran peraturan daerah serta
bersedia menaati ketentuan peraturan daerah tersebut sesuai dengan jenis
usaha/kegiatan yang dilakukan dalam waktu 15 hari sejak pelaksanaan
pemeriksaan tersebut, maka kepada yang bersangkutan diharuskan membuat
surat pernyataan.
4). Pemanggilan
a. Pemanggilan tersangka dan saksi menggunakan surat panggilan.
b. Yang berwenang menandatangani surat panggilan pada prinsipnya adalah
PPNS Satuan Polisi Pamong Praja.
c. Dalam hal pimpinan Satuan Polisi Pamong Praja adalah penyidik (PPNS),
maka penandatangan surat panggilan dilakukan oleh pimpinan Satuan Polisi
Pamong Praja sebagai penyidik.
d. Dalam hal pimpinan Satuan Polisi Pamong Praja bukan penyidik, maka
penandatanganan surat panggilan dilakukan oleh PPNS Polisi Pamong Praja
dengan diketahui oleh pimpinan Satuan Polisi Pamong Praja.
e. Bagi pihak yang secara sengaja tidak memenuhi panggilan sebagaimana
surat panggilan, maka diancam dengan Pasal 216 ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang isinya sebagai berikut:
Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang
dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi
sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi
kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang
siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
tindakan guna menjalankan ketentuan undang- undang yang dilakukan oleh
salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu
rupiah.
5). Pelaksanaan
Dalam melaksanakan operasi penegakan peraturan daerah dibentuk tim terpadu
yang terdiri dari:
a. Satpol PP
b. Pengampu Peraturan Daerah
dengan dibantu oleh :
a. Kepolisian (selaku Korwas PPNS)
b. Kejaksaan
c. Pengadilan
Tim terpadu dimaksud dapat melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
a). sidang ditempat terhadap para pelanggar peraturan daerah;
b). melakukan pemberkasan terhadap para pelanggar peraturan daerah dan
selanjutnya diserahkan kepada kejaksaan;
c). melakukan koordinasi dengan kejaksaan, pengadilan, dan kepolisian guna
penjadwalan untuk melaksanakan persidangan terhadap para pelanggar
peraturan daerah di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja.
Demikian pembahasan tentang standar operasional Satpol PP yang dapat kami
sampaikan. Apabila terdapat kekeliruan, kritik, dan saran, dapat
disampaikan pada kolom komentar.
Baca juga artikel kami lainnya